[RESENSI] BUKAN SIAPA-SIAPA
Oleh : Ari Kuncoro
Judul Buku : Bukan Siapa-Siapa; Seni Memadamkan
Keakuan
Penulis : Ajahn Brahm
Penerbit : Awareness Publication
Terbit : Cetakan I, Februari 2013
“Kita semua ingin hidup berjalan
lancar, akan tetapi segala sesuatu jarang berjalan sesuai yang diharapkan.”
Entah sekedar tabrakan di jalan ataupun krisis betulan, kita hidup dalam sebuah dunia yang berisi peristiwa-peristiwa tak diinginkan yang tak bisa dicegah dengan kekuatan tekad apa pun. Dalam buku Bukan Siapa-Siapa, Ajahn Brahm membantu kita belajar menanggalkan terpaan angin pengharapan semu, dan alih-alih mengikuti jalan Buddha mengenai pemahaman. Melepas kelekatan kita terhadap masa lalu dan masa depan, terhadap diri dan yang lain, kita bisa secara langsung mengalami keadaan alami ketentraman yang mendasari semua batin kita dan menemukan kebahagiaan momen kini. Dalam kelapangan itu, kita belajar apa artinya lenyap. Ajahn Brahm, pemandu tiada tara bagi kebahagiaan meditasi, menjadikan perjalanan jadi menyenangkan sekaligus berharga.
Buku
ini membuat seseorang menjadi bukan siapa-siapa. Jadi, kurang tepat jika yang
membaca adalah orang ingin menjadi siapa-siapa... hehehe
Buku-buku
karya Ajahn Brahm mengajak pembaca untuk menempatkan diri, menerima diri, dan
mau mengevaluasi diri. Dalam bukunya kali ini Ajahn Brahm membantu pembaca
menanggalkan terpaan angin kehidupan. Buku ini disajikan dengan bahasa yang
sederhana dan gaya humornya yang khas.
Ada
11 bab cerita yang disajikan buku ini. Di antaranya Gambaran Besarnya, Membawa
Batin Pada Kekinian, Mengembangkan Penyadaran, Obat Bagi Batin, Kekuatan
Kebijaksanaan, Pemadaman dan Wawasan Cerah yang Mengikutinya, Menghargai
Kebahagiaan Sejati, Kebahagiaan Datang dari Melenyap, Jadikan ini yang terakhir
Kalinya, dan Mendaki Piramida Samadhi.
“Menghargai
Kebahagiaan Sejati” adalah bab yang isinya menggambarkan jika ingin bahagia
manusia harus “rela” melepas tubuhnya. Rela yang dimaksud adalah tidak
terganggu oleh keadaan sekitar. Menurutnya, bukan terganggu pada suara bising,
tapi kitalah yang mengganggu suara-suara. Kita yang melibatkan diri pada
suara-suara sekitar, dan alih-alih membiarkan suara itu. Sama halnya dengan
rasa sakit dan nyeri pada tubuh, serta pikiran. Bukan pikiran yang mengusik
kita, tapi kitalah yang mengusik pikiran dengan bereaksi terhadapnya. Usikanlah
yang menciptakan makin banyak pikiran. Jadi, kita perlu mengingatkan diri,
bahwa apapun yang terjadi, itu harus terjadi. Tidak ada gunanya menghakimi, menilai,
atau menyalahkan diri.
0 komentar:
Posting Komentar